Senin, 28 Desember 2015

PLANARISME DALAM SENI GRAFIS CETAK TINGGI






Judul Karya     : Zarathustra
Media              : Cukil Kayu Di Atas Kertas
Seniman          : Ab Raharja

PLANARISME DALAM SENI GRAFIS CETAK TINGGI

Corak dalam seni rupa khususnya seni lukis dan gambar tidak akan ada habisnya untuk dibahas. Mulai dari corak yang telah ada sejak dahulu maupun sebagai ilmu dalam kesenirupaan, hingga corak dari hasil eksperimen para seniman sebagai ajang kreativitas yang terus digali tiada habisnya. Tidak hanya corak yang dapat menjadi eksperimen, media untuk berkarya pun banyak menjadi ajang eksperimen para seniman, khususnya seniman muda yang berkembang dan memiliki ide-ide kreatif.
Corak realis, surealis, romantis, hingga abstrak telah banyak digandrungi seniman maupun penikmat seni akhir-akhir ini. Corak-corak ini, seringkali terdapat pada seni lukis maupun gambar saja. Walaupun seni grafis ini tidak sepopuler seni lukis yang sudah berkembang sejak dahulu, namun dalam seni grafis yang sedang berkembang, juga memiliki beberapa corak seperti realis, dekoratif, abstrak, dan lainnya. Dalam seni lukis maupun seni grafis, belum banyak yang mengetahui corak ini. Ya, planarisme, atau dalam bahasa Inggris planarism.
Planarisme ini merupakan corak yang hampir sama dengan kubisme. Namun, keduanya memiliki perbedaan yang signifikan. Planarisme adalah pemanfaatan garis ataupun bidang datar untuk membuat sebuah ilusi ruang. Umumnya, dalam seni gambar maupun seni lukis, ilusi keruangannya lebih mengutamakan pengorganisasian ruang nyata melalui prinsip perspektif. Namun dalam planarisme lebih menonjolkan pengorganisasian ruang maya, karena meski garis ataupun bidang yang tersusun seolah menampilkan kesan meruang, ia adalah keruangan yang datar tanpa masa isi/kedalaman, dapat pula dikatakan tanpa volume sama sekali. Bagaimana menampilkan ruang yang tidak memiliki isi maupun volume? Ya, ruang-ruang maya yang terbentuk adalah hasil dari pengacauan prinsip perspektif, baik dengan menerapkan banyak sudut pandang sekaligus dalam satu gambar ataupun tanpa perspektif sama sekali. Karya planarisme, memiliki bentuk objek yang masih dapat dikenali, ia hanya merupakan penyederhanaan objek alam yang tak lagi berfungsi sebagai tema yang harus dibawakan. Garis dan bidang menjalin usaha untuk membuka dimensi keempat dalam sebuah gambar, yaitu gerak. Gerak di dalam planarisme, bukanlah gerak objek dalam suatu ruangan. Melainkan gerak yang terjadi dari susunan lorong-lorong ruang tanpa ujung, tanpa awal ataupun tanpa akhir.
Corak planarisme ini, coba dihadirkan oleh salah satu seniman grafis atau pegrafis muda yang kini menetap di Yogyakarta. Ab Raharja, dengan nama lengkap Andi Budi Raharja ini kerap disapa dengan panggilan Berto. Lelaki kelahiran Rembang, 29 tahun yang lalu ini lebih menggeluti dunia seni grafis khususnya seni cetak tinggi dengan media cukil kayu dari pada bidang senirupa lainnya. Seniman muda yang pernah mengenyam bangku kuliah di Universitas Negeri Semarang dan Institut Seni Indonesia di Yogyakarta ini, memiliki banyak pengalaman pameran di Indonesia maupun di mancanegara. Baru-baru ini, Berto telah mengikuti pameran di Bienal Internacional de Miniprint di Laguna Paiva, Santa Fe, Argentina. Hal ini patut menjadi contoh bagi calon seniman, khususnya mahasiswa seni rupa untuk terus berkarya sehingga dapat membanggakan melalui seni rupa.
Berto menciptakan karya grafis yang bercorak planarisme ini, merupakan hasil eksperimen dan usaha untuk  menghadirkan planarisme ke dalam seni cetak. Dapat diketahui bersama corak planarisme ini biasanya terdapat pada seni lukis maupun gambar. Sehingga, hal ini menjadi pembuktian bahwa seni grafis dapat berkembang beriringan atau sejajar dengan bidang seni rupa lainnya. Dari beberapa karya Berto yang bercorak planarisme, salah satu akan menarik untuk dibahas, yaitu Zarathustra. Dalam karya grafis yang ditampilkan ini, merupakan edisi pertama dari tujuh kali cetak.
Penggambaran seorang pemimpin yang dikelilingi oleh rakyatnya, hal ini terlihat jelas dari bentuk yang dapat dikenali. Permainan garis melalui arsir yang rapi dan tegas dipadukan dengan pengorganisasian ruang semu yang khas menghasilkan kombinasi yang menarik antara bentuk objek dan garis. Garis-garis ini dicukil dengan rapi dan direncanakan dengan matang, sehingga menghasilkan garis yang tegas, pasti, dan motif yang unik. Tidak hanya garis vertikal dan horizontal saja, tetapi juga dipadukan dengan garis lengkung maupun lingkaran, sehingga terdapat variasi bentuk yang tidak monoton. Penggambaran pakaian yang tidak berwujud draperi, namun dihadirkan dengan garis khas planarisme dari Berto. Dari berbagai objek yang ada, objek pemimpin di tengah gambar dengan menghadap ke arah depan menjadi titik fokus dalam karya “Zarathustra”. Warna hitam menjadi warna klasik yang dipertahankan Berto dalam karya ini. Hitam bukan berarti ketinggalan zaman, tetapi mempertahankan kekhasan seni grafis itu sendiri. Perpaduan gaya klasik dengan corak modern menghasilkan karya yang berbeda dengan karya lainnya.
Mencukil dan garis dua sisi yang tidak dapat dilepaskan, karena garis menjadi ciri khas seni grafis khususnya mencukil di atas kayu.garis yang tegas, namun dikemas dengan ekpresi garis lengkung, menggambarkan sikap pemimpin yang tegas namun berhati emas. Sikap pemimpin yang tegas dan bertanggungjawab terlihat dari ekspresi yang digambarkan dalam arsiran yang dicukil. Sebagai pemimpin diharapkan memberikan ketegasan dan tanggung jawab terhadap rakyat yang berharap kepada pemimpinnya. Di dalam hutan yang gelap, pemimpin harus mampu meyakinkan pengikutnya untuk tidak takut dan menyerah dalam mencari kebahagiaan dan kesejahteraan. Dengan pemimpin yang cerdas dan rakyat yang bekerjasama akan menghasilkan kemakmuran bagi pemimpin dan rakyatnya. Dalam mengangkat isu-isu, tidak harus kritik yang menjatuhkan, kritik dan motivasi yang membangun juga dapat diangkat menjadi isu yang menarik dalam berkarya.
Setiap karya yang dihasilkan oleh seniman-seniman muda ini,menjadi motivasi dan semangat berkarya bagi mahasiswa seni rupa khususnya, maupun seniman lainnya. Kelak seniman-seniman muda ini  akan membanggakan Indonesia sebagai negara dengan pemuda yang kreatif. Saling mengapresiasi dapat menambah pengalaman seni bagi seseorang. Sehingga seni dapat menjadi bagian yang melekat dikehidupan manusia.

Rabu, 02 Desember 2015

Kritik Seni Terhadap Karya Muhlis Lugis




Judul karya           : KETERBATASAN

Ukuran                 : 120cm x 100cm

Media                   : Wood cut

Seniman               : Muhlis Lugis

Tahun                   : 2012

                Karya tersebut salah satu karya seni grafis. Terlihat jelas permainan garis-garis halus yang membentuk suatu objek dengan pendekatan surealisme. Ya, karya ini adalah karya dari salah satu pegrafis Indonesia, Muhlis Lugis. Karya yang berjudul “KETERBATASAN” ini dibuat tahun 2012. Objek surealis dengan figure manusia yang mirip dengan binatang berkaki empat dan berkepala tangan ini sudah sering digambarkan  dalam  karya-karya Muhlis sebelumnya. Sehingga hal tersebut dapat menjadi ciri khas atau gaya pegrafis yang menyelesaikan pendidikan seninya dari ISI Yogyakarta. Media yang digunakan dalam karya ini adalah teknik wood cut atau mencukil di atas papan (hardboard) yang dicetak di atas kertas dengan ukuran 120cm x 100cm.

                Figure yang ditampilkan dalam karya ini seorang manusia yang mirip dengan binatang berkaki empat, dengan kepala berbentuk tangan, dua kaki sebagai tangan yang terikat dengan pinggang, dan dua kaki yang lain duduk bersimpuh di tengah tanah tandus dan berbatu. Dalam karya ini, sangat terlihat goresan garis-garis  hasil dari cukilan yang rapi namun tetap ekspresif. Permainan gelap terang dalam karya tersebut, memberi kesan objek  yang bervolume sehingga lebih hidup. Hal ini terlihat dari otot-otot kaki dan tangan kuat dan bayangan objek yang ada di atas tanah. Warna yang digunakan kombinasi warna monokromatis dengan adanya variasi warna jingga hingga coklat, dilengkapi dengan warna biru sebagai penggambaran dari langit yang cerah. Penggambaran awan yang dinamis, berkesan adanya awan yang bergerak mengikuti arah angin. Teknik mencukil yang detail inilah, menjadikan objek yang digambarkan memiliki tekstur semu, hal ini dapat dilihat dari penggambaran tanah yang tidak berkesan halus, tetapi justru terlihat keras, kasar, dan berbatu.

Dalam karya ini, Muhlis mengkolaborasikan teknik cukil dengan pewarnaan tidak lagi menggunakan rol karet, melainkan kuas atau yang sering disebut hand coloring, namun tetap dengan teknik pewarnaan reduksi (menumpuk warna). Walaupun terdapat pro kontra dengan adanya teknik hand coloring ini yang dianggap mengurangi faedah seni cetak, hal ini menjadi wajar dengan adanya perkembangan zaman dimana setiap seniman membutuhkan kreativitas dan bereskperimen dalam berkarya.

Penggambaran figure manusia mirip binatang dalam karya Muhlis ini, karena sifat manusia dari waktu ke waktu mirip dengan binatang, yang bertindak tanduk sesukanya tanpa berfikir baik buruk apa yang dilakukannya karena tidak memiliki akal pikir. Kepala yang berbentuk tangan menggambarkan isi kepala manusia yang hanya ingin mendapatkan sesuatu secara berlebihan sehingga menjadi manusia yang serakah.

Keterbatasan ini digambarkan dengan dua kaki yang terikat dengan pinggang dan dua kaki lain yang duduk bersimpuh dan tidak bertenaga sehingga tidak dapat berdiri, bergerak, maupun berjalan. Terjadi pemberontakan dari keterbatasan ini dilihat dari tangan yang tegang dan ingin lepas dari ikatan. Bisa dikatakan, keterbatasan atau batasan-batasan, aturan-aturan yang ada terkadang memberi dinding pembatas bagi ruang gerak ekspresi para penggiat seni maupun para kreator dengan ide kreatifnya. Namun bagi kehidupan manusia, batasan dan aturan yang ada telah dibuat sedemikian rupa untuk menjadikan manusia memiliki etika, tindakan, dan perbuatan yang manusiawi. Sebagai manusia yang mampu berpikir, dapat menempatkan batasan dan aturan ini secara bijaksana, sehingga akan bermanfaat bagi kehidupan manusia itu sendiri. Apalagi Indonesia dengan budaya timur yang menjunjung tinggi kesopana,kearifan lokal, dan adat istiadat tentulah memiliki batasan-batasan, aturan-aturan yang cukup banyak.

Tanah yang gersang dan kering dalam karya ini, menunjukkan keringnya kreativitas karena adanya keterbatasan dalam berkreativitas maupun  kegiatan mencipta. Keterbatasan ini berupa keterbatasan ide, media, maupun aturan-aturan yang ada dalam masyarakat yang kurangnya akan pengalaman seni, sehingga menganggap seni hanyalah sebuah hiasan saja, tanpa mengetahui maksud dari karya seni itu sendiri.

Sebagai pencipta seni, adanya batasan dan aturan yang ada ini, tidak menyurutkan gairah untuk berekspresi. Dengan kondisi yang terbatas, para kreator tetap menghasilkan ide-ide segar karena seluruh informasi terbuka lebar pada saat ini. Hanya saja, bagaimana sikap dalam memanfaatkan berbagai informasi ini, menjadi ide berkarya namun tetap menjaga kesopanan, kearifan, dan budaya sendiri.

Karya Muhlis Lugis ini salah satu karya seni grafis dengan teknik mahir dari Muhlis yang dipadukan dengan pendekatan objek surealis sehingga bersifat imajinatif yang tidak biasa dilakukan dalam teknik woodcut. Dapat dikatakan, karya ini salah satu karya yang luar biasa. Tidak hanya sebatas karya seni dengan teknik yang mumpuni, namun dapat menjadi sarana komunikasi bagi penikmat seni maupun apresiator yang memiliki makna maupun pesan yang terkandung dalam karya seni tersebut. Melalui karya Muhlis ini, diharapkan mampu bersaing dengan karya seni rupa lainnya, dan menjadi sumber inspirasi bagi pegrafis-pegrafis muda untuk selalu berkarya dan berekspresi tanpa batas namun tetap sopan.

Minggu, 22 November 2015

Sicily Messina karya Leonid Afremov


           
Judul              : Sicily Messina
Seniman         : Leonid Afremov
Media             : Cat minyak, pisau palet


Lukisan tersebut merupakan karya seni dua dimensi. Komposisi warna pada lukisan cat minyak tersebut sangat menarik dengan perpaduan antara biru, kuning, jingga, sedikit sentuhan merah dan ungu, dengan warna hijau dan coklat sebagai objek gelap dalam lukisan tersebut. Walaupun biru dan jingga merupakan warna kontras, tetapi hal itu diseimbangkan dengan adanya warna kuning dan ungu. Dengan adanya keempat warna tersebut , maka pada lukisan tersebut terdapat kombinasi warna komplementer ganda. Warna merah dan putih sebagai penekanan untuk cahaya matahari senja, dan warna hijau dan coklat menjadi warna objek gelap yang diterpa sedikit cahaya matahari. Pada laut tidak berwarna biru melainkan jingga kemerahan dan hijau karena pantulan cahaya matahari senja dan kapal-kapal yang berlabuh. Tak hanya laut yang berwarna jingga karena terkena cahaya matahari, namun kapal yang berlabuh dan gedung-gedung juga berwarna jingga karena tepaan sinar matahari.Gradasi warna pada langit senja yang halus dan tidak begitu kontras. Goresan kuas pada lukisan ini ekspresif karena tidak menunjukkan kedetailan dan waktu pembuatan yang singkat.

Tiang kapal panjang pada sisi kanan lukisan yang berwarna hitam menjadi titik fokus pada lukisan tersebut. Bagian kanan lukisan yang terlihat gelap dengan gambar perbukitan dan kapal bersandar, diimbangi dengan warna coklat pada gambar gedung-gedung dan warna merah pada pantulan sinar matahari di laut pada sisi kiri lukisan.

Kesan yang saya tangkap dari lukisan ini adalah suasana saat senja di pinggir pelabuhan sebuah kota. Ketika senja tiba, tidak lagi terasa panas menyengat, melainkan akan terasa hangat dan tenang. Begitu pula ketika melihat lukisan ini, terasa begitu hangat oleh warna jingga dari cahaya matahari senja dan begitu tenang oleh  warna biru langit dengan semburat jingga. Rasa hangat dan tenang inilah yang akan menimbulkan kenyamanan ketika melihatnya, hal itulah yang membuat yang membuat lukisan ini terasa indah.

Karena lukisan ini merupakan gambaran dari alam, maka dari lukisan ini kita dapat mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa atas segala ciptaan-Nya di dunia ini.